A.
KEMUNCULAN TURKI USMANI
Setelah kekhalifahan Bani Abbasiyah runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk terus menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.
Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping yang pertama berdiri , juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari
kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri China. Dalam
jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia
dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika
mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada
abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di
dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpina Ertoghrul, mereka
mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang
berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat
kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia
Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu, mereka terus membina wilayah
barunya dan memilih Syukud sebagai ibu kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M.
Kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang
dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M
dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II
dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broesse.
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerjaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Secara singkat masa kepemimipinan Kerajaan Turki Usmani dapat dibagi dalam 5 periode :
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerjaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Secara singkat masa kepemimipinan Kerajaan Turki Usmani dapat dibagi dalam 5 periode :
Periode I (1299-1402) Pertumbuhan dan
perkembangan kekuasaan yang disusul dengan perluasan wilayah hingga menyeberang
ke daratan Eropa. Kekuatan Timur Lenk kemudian dapat membendung langkah maju
Turki Utsmani, di mana mereka dapat merebut wilayah Timur kerajaan pada 1402.
Periode ke II (1403-1566) Masa transisi;
anak-anak Bayazid berebut kekuasaan, sampai akhirnya dikuasai penuh oleh
Muhammad I. Muhammad II (Al-Fatih) menaklukan Konstantinopel pada 1453,
sementara Salim menaklukan Mesir pada 1517.
Periode ke III (1566-1703) Hanya bertahan dan
tidak terjadi perluasan wilayah; bahkan ada wilayahnyayang sudah jatuh (seperti
Hongaria) ke pihak musuh.
Periode ke IV (1703-1839) masa kemunduran.
Periode ke V (1839-1924) terjadi modernisasi
sampai kemudian jatuh pada 1924. Berdirilan Republik Islam Turki.[5]
B.
RAJA-RAJA DINASTI USMANIYAH
1. Sultan Usman bin Ertoghrul (699-726 H/ 1294-1326 M)
Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering
disebut Usman I. Setelah Usman I mengumumkan mengumumkan dirinya sebagai
Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M), setapak
demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan
Bizantiumdan menaklukkan kota Broessa tahu 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M
dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[6]
2. Sultan Orkhan bin Usman (726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Orkhan adalah putera Usman I. sebelum
Orkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya.
Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa
pemerintahannya, dia berhasil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat
Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah atau
Jenissary. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di
zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.[7] Pada masa ini Turki
Usmani dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar
(1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Turki Usmani.[8]
3. Murad I bin Orkhan (761 H/1359 M – 791 H/1389 M)
Pengganti Sultan Urkhan adalah Sultan Murad I.
selain memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan
perjuangan dan menaklukkan beberapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan
Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta
membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan
menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian
utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan
oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja
Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari
daratan Eropa. Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu
Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh
Sijisman raja Hongaria. Terjadilah peperangan antara pasukan Islam dan Kristen
Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad
I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I
merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan
Saloniki.
4. Bayazid I bin Murad I ( 791 H/1389 M – 805H/1403 M)
Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan
perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan
Mutasya di Asia Kecil dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat
besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius
mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan perangan ini yang
merupakan penyebab terjadinya Perang Salib.[9]
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai
bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Dan keberhasilan ini
merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti
beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstatinopel, tentara Mongol yang
dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi
di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid
bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun
1403 M. Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa dampak buruk bagi Turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di
Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia
dan Bulgaria juga memproklamirkan kemerdekaan. Dalam masa itu, putra-putra
Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah
Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya.[10]
5.
Muhammad I bin Bayazid (816 H/1403 M - 824 H/1421 M)
Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk
terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki
Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria
melepaskan diri dari Turki Usmani.[11] Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun
1405 M, kerajaan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya yang
satu-sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan penguasa Turki
Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun pada saat seperti itu
juga terjadi perselisihan antara putra-putra Bayazid (Muhammad, Isa, dan
Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad
berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Sultan Muhammad I berusaha keras
menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan
semula. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan
dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri. Usahanya ini diteruskan oleh
Murad II (1421 – 1484 M) [12]
6. Murad II bin Muhammad ( 824 H/ 1421 M - 855 H/1451 M)
Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan
diambil alih oleh Sultan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha
Muhammad I. yaitu untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari
kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia
Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang
dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib.
Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi
dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat
dilanjutkan kembali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan
menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya
bernama Sultan Muhammad II (Al-Fatih).[13]
7. Muhammad II bin Murad II atau Muhammad Al-
Fatih (855 H/1451 M-886 H/1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia,
pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau
Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk). Ia diberi gelar Al-Fatih karena dapat
menaklukkan Konstantinopel, yang sudah lama ditunggu-tunggu umat Islam sesuai
yang dijanjikan Rasulullah langsung. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad
Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh dan separuh dari
mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh. Hanya Sultan
Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud dan
rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.[14] Muhammad Al-Fatih berusaha
membangkitkan kembali sejarah gemilang umat Islam sampai dapat menaklukkan
Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang
sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka
pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam. Tiga alasan Muhammad II
menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
1) Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
2)
Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
3)
Negerinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat
kerajaan.
Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai
kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus
yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini
dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat
Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan
perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Hari Jumat, 6 April 1453 M,
Muhammad bersama gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil
Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai
penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 pasukan dan meriam
buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada
Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau
perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan
dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari
Genoa. Pasukan Muhammad II menyerbu Byzantium dari arah barat (Balkan).
Sedangkan, di bagian timur (di selat Bosporus) dijaga armada Turki untuk
menghalangi bantuan yang di tujukan pada Konstantinopel. Tanggal 28 mei 1453 M
pasukan Turki serentak menyerbu kedalam kota, akhirnya kota Konstantinopel
jatuh ke tangan umat Islam (29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium Palaelogus
tewas bersama tentara Romawi Timur. Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota
berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi
perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun
Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain
tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Setelah kota Konstantinopel dapat
ditaklukkan, kota itu dijadikan sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi
Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa
Kemal Ataturk menjadi Istanbul.[15]
Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula
diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Serbia, Athena, Mora,
Bosnia, dan Italia.
Setelah pemerintahan Sultan Muhammad II,
berturut-turut kerajaan Islam dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
8. Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
9. Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
Di masa Sultan Salim I, perhatian beralih ke
arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Dinasti Mamalik Mesir.
10. Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
Sultan Sulaiman Al-Qanuni termasuk Sultan yang
sukses memimpin Kerajaan Turki Usmani, ia tidak mengarahkan ekspansinya ke
salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar
Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sultan Sulaiman berhasil
menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budhapes, dan Yaman. Dengan
demikian, luas wilayah Kerajaan Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman
Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia;
Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia,
Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Setelah Sultan Sulaiman wafat, terjadilah
perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan mengalami
kemunduran. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan ini
untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama
dalam bidang militer.[16]
11. Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)
12. Sultan Murad III ( 1573-1596 M)
13. Setelah pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Usmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang, sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti Turki Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia.[17] Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin lemah dan berkurang hingga akhirnya di akhir PD II, Turki termasuk negara yang kalah perang. Kemal Attaturk kemudian memproklamirkan Republik Turki sebagai ganti dari Kerajaan Turki Usmani. Dengan demikian runtuhlah kerajaan dan kekhalifahan Turki Usmani.
C.
KEMAJUAN PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI MASA TURKI USMANI
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan
Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh
kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain. Yang terpenting
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bidang Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa
pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan
ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani
mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para
pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu.
Yang terpenting diantaranya adalah keberanian , keterampilan, ketangguhan, dan
kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan
ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketike terjadi kontak senjata
dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi.
Pengorganisasian yang baik, taktik, dan strategi tempur militer Usmani
berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan
tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran
prajuritnya menurun. Merasa merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang
berhak menerima gaji. Akan tetapi, keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh
Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh
Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel-personel pimpinan, tetapi juga
diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan
sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan
dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan
Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukan negari-negeri non-Muslim.
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari
tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut
tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia
mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16,
angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer turki
Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas,
baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang yang mendorong kemajuan
di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu yang bersifat
militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat
alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula
dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah
yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadrul a’dham
(perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah
tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-‘alawiyah.
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di
masa Sultan Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab
tersebut diberi nama Multaqa al-abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi
kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa
Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar
Al-Qanuni.
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan
macam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan
Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajarantentang
etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan
kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan, ajaran-ajaran
tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan, keilmuan dan
huruf mereka terima dari bangsa Arab.
Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah
berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar.
Hal ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun,
sebelumnya mereka adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki
Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara
dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begiu menonjol. Karena
itulah, di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan
terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah,
seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid
Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi
pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan
keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan
kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Sultan Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya, banyak
dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air,
villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun
di bawah koordinat Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
3. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai
peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolong-golongkan
berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga,
fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat
tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai
pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema
keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum
kerajaan bisa tidak berjalan.
Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami
kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat
Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer.
Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara
Jenissari, sehingga mereka sering disebut Tentara Bektasyi, sementara tarekat
Maulawi mendapat dukungan penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan,
seperti fiqih, ilmu kalam, tafsir, dan hadits boleh dikatakan tidak mengalami
perkembangan yang yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan
satu faham (madzhab) keagamaan dan menekan madzhab lainnya. Sultan Abdul Hamid
II, misalnya begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritik-kritikan aliran lain. Ia
memerintahkan kepada Syekh Husein
Al-Jisri menulis kitab Al-Hushun Al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abd.
Al-Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan di
bidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak
berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan
hasyiah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.[18]
D.
KEMUNDURAN KERAJAAN TURKI USMANI
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566
M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi,
sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak
langsung terlihat. Perlahan tapi pasti kejayaan Turki Usmani mulai memudar,
karena para pemimpin yang menggantikannya tidak mempunyai kemampuan yang cukup
memadai untuk mengatasi permasalahan yang timbul, diantaranya
pemberontakan-pemberontakan di wilayah-wilayah kekuasaan, dan bangsa-bangsa
Eropa yang mulai mengalami masa kemajuan yang pesat. Hingga akhirnya di akhir
Perang Dunia II 1942 H dimotori oleh Kemal Attaturk, Kerajaan Turki Usmani
berubah menjadi Republik Turki. Maka dengan demikian berakhirlah kerajaan Islam
yang berkuasa selama 6 abad.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Turki
Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah kekusaan yang sangat luas, sedangkan administrasi pemerintahan kerajaan tidak beres.
2. Heterogenitas penduduk dengan wilayah yang sangat luas, sehingga perbedaan bangsa dan agama acapkali menyebabkan terjadinya pemberontakan.
3. Pemerintahan yang lemah setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni, menyebabkan banyak terjadi kekacauan di pemerintahan.
4. Pemberontakan tentara Jenissari, tentara yang menjadi sumber kekuatan militer Turki Usmani, pernah terjadi 4 kali.
5. Kemerosotan Ekonomi.
6. Terjadi stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara bangsa-bangsa Eropa sedang mengalami masa pesatnya ilmu pengetahuan.[19]
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak
berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke Benua Eropa.
Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa
Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi,
karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan – kecuali dalam hal-hal yang yang
bersifat fisik – perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka,
bukan saja neger-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari
kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar