Rabu, 21 Desember 2016

Menelusuri Peradaban Islam Turki Usmani




A.    KEMUNCULAN TURKI USMANI

      Setelah kekhalifahan Bani Abbasiyah runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol itu. Namun, kemalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk terus menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang lain.


       Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar : Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Kerajaan Usmani, disamping yang pertama berdiri , juga yang terbesar dan paling lama bertahan dibanding dua kerajaan lainnya.
           Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri China. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.           Di sana, di bawah pimpina Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih Syukud sebagai ibu kota.
           Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broesse. 
      Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerjaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Secara singkat masa kepemimipinan Kerajaan Turki Usmani dapat dibagi dalam 5 periode :
       Periode I (1299-1402) Pertumbuhan dan perkembangan kekuasaan yang disusul dengan perluasan wilayah hingga menyeberang ke daratan Eropa. Kekuatan Timur Lenk kemudian dapat membendung langkah maju Turki Utsmani, di mana mereka dapat merebut wilayah Timur kerajaan pada 1402.
      Periode ke II (1403-1566) Masa transisi; anak-anak Bayazid berebut kekuasaan, sampai akhirnya dikuasai penuh oleh Muhammad I. Muhammad II (Al-Fatih) menaklukan Konstantinopel pada 1453, sementara Salim menaklukan Mesir pada 1517.
     Periode ke III (1566-1703) Hanya bertahan dan tidak terjadi perluasan wilayah; bahkan ada wilayahnyayang sudah jatuh (seperti Hongaria) ke pihak musuh.
      Periode ke IV (1703-1839) masa kemunduran.
       Periode ke V (1839-1924) terjadi modernisasi sampai kemudian jatuh pada 1924. Berdirilan Republik Islam Turki.[5]



 B.     RAJA-RAJA DINASTI USMANIYAH

1.      Sultan Usman bin Ertoghrul (699-726 H/ 1294-1326 M)
Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut Usman I. Setelah Usman I mengumumkan mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantiumdan menaklukkan kota Broessa tahu 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.[6]

2.      Sultan Orkhan bin Usman (726-761 H/ 1326-1359 M)
Sultan Orkhan adalah putera Usman I. sebelum Orkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu kota kerajaannya. Pada masa pemerintahannya, dia berhasil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama Inkisyaiah atau Jenissary. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.[7] Pada masa ini Turki Usmani dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Turki Usmani.[8]

3.      Murad I bin Orkhan (761 H/1359 M – 791 H/1389 M)
Pengganti Sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan beberapa daerah ke benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman raja Hongaria. Terjadilah peperangan antara pasukan Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia Monatsir, dan Saloniki.

4.      Bayazid I bin Murad I ( 791 H/1389 M – 805H/1403 M)
Bayazid adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas wilayahnya seperti Eiden, Sharukan dan Mutasya di Asia Kecil dan negeri bekas kekuasaan Bani Saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap pasukan Bayazid, dan perangan ini yang merupakan penyebab terjadinya Perang Salib.[9]
Tentara Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh pasukan Bayazid. Dan keberhasilan ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstatinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada tahun 1403 M. Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa dampak buruk bagi  Turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamirkan kemerdekaan. Dalam masa itu, putra-putra Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya.[10]


5.       Muhammad I bin Bayazid (816 H/1403 M - 824 H/1421 M)
Kekalahan Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Usmani.[11] Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kerajaan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putra-putranya yang satu-sama lain saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun pada saat seperti itu juga terjadi perselisihan antara putra-putra Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Sultan Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai berai itu kepada keadaan semula. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri. Usahanya ini diteruskan oleh Murad II (1421 – 1484 M) [12]

6.      Murad II bin Muhammad ( 824 H/ 1421 M - 855 H/1451 M)
Sepeninggalannya Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sultan Murad II. Cita-citanya adalah melanjutkan usaha Muhammad I. yaitu untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kembali yang pada akhirnya Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad II (Al-Fatih).[13]

7.      Muhammad II bin Murad II atau Muhammad Al-
Fatih (855 H/1451 M-886 H/1481 M)
Setelah Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk). Ia diberi gelar Al-Fatih karena dapat menaklukkan Konstantinopel, yang sudah lama ditunggu-tunggu umat Islam sesuai yang dijanjikan Rasulullah langsung. Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh. Hanya Sultan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud dan rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.[14] Muhammad Al-Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah gemilang umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Muhammad Al-Fatih dianggap sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam. Tiga alasan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel, yaitu:

1)        Dorongan iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
2)        Kota Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi.
3)        Negerinya sangat indah dan letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan.
        Usaha mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum). Benteng yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Hari Jumat, 6 April 1453 M, Muhammad bersama gurunya, Syaikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 150.000 pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang. Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari Genoa. Pasukan Muhammad II menyerbu Byzantium dari arah barat (Balkan). Sedangkan, di bagian timur (di selat Bosporus) dijaga armada Turki untuk menghalangi bantuan yang di tujukan pada Konstantinopel. Tanggal 28 mei 1453 M pasukan Turki serentak menyerbu kedalam kota, akhirnya kota Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam (29 Mei 1453 M) dan Kaisar Bizantium Palaelogus tewas bersama tentara Romawi Timur. Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam, Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Setelah kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, kota itu dijadikan sebagai ibukota dan namanya diganti menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul.[15]  Jatuhnya kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Serbia, Athena, Mora, Bosnia, dan Italia.
Setelah pemerintahan Sultan Muhammad II, berturut-turut kerajaan Islam dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:

8.    Sultan Bayazid II (1481-1512 M)

9.    Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
Di masa Sultan Salim I, perhatian beralih ke arah timur dengan menaklukkan Persia, Syiria, dan Dinasti Mamalik Mesir.

10.  Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
Sultan Sulaiman Al-Qanuni termasuk Sultan yang sukses memimpin Kerajaan Turki Usmani, ia tidak mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sultan Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Budhapes, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Kerajaan Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libya, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Setelah Sultan Sulaiman wafat, terjadilah perebutan kekuasaan antara putra-putranya, yang menyebabkan kerajaan mengalami kemunduran. Akan tetapi, meskipun terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer.[16]

11.  Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573 M)

12.  Sultan Murad III ( 1573-1596 M)

13.  Setelah pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Usmani sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan itu lebih suka bersenang-senang, sehingga melupakan kepentingan perjuangan umat Islam. Akibatnya, dinasti Turki Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia.[17] Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin lemah dan berkurang hingga akhirnya di akhir PD II, Turki termasuk negara yang kalah perang. Kemal Attaturk kemudian memproklamirkan Republik Turki sebagai ganti dari Kerajaan Turki Usmani. Dengan demikian runtuhlah kerajaan dan kekhalifahan Turki Usmani.



 C.     KEMAJUAN PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI MASA TURKI USMANI
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain. Yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Bidang Militer
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah keberanian , keterampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketike terjadi kontak senjata dengan Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik, dan strategi tempur militer Usmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran prajuritnya menurun. Merasa merasa dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi, keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personel-personel pimpinan, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negari-negeri non-Muslim.
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa. Faktor utama yang yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadrul a’dham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-‘alawiyah.
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar Al-Qanuni.





2.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan macam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajarantentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan, ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf  mereka terima dari bangsa Arab. Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun, sebelumnya mereka adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran, sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begiu menonjol. Karena itulah, di dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuwan terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Sultan Sulaiman di  kota-kota besar dan kota-kota lainnya, banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinat Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.

3.      Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga, fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.
Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut Tentara Bektasyi, sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.
Di pihak lain, kajian-kajian ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, tafsir, dan hadits boleh dikatakan tidak mengalami perkembangan yang yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (madzhab) keagamaan dan menekan madzhab lainnya. Sultan Abdul Hamid II, misalnya begitu fanatik terhadap aliran Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritik-kritikan aliran lain. Ia memerintahkan  kepada Syekh Husein Al-Jisri menulis kitab Al-Hushun Al-Hamidiyah (benteng pertahanan Abd. Al-Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebihan, maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.[18]



 D.            KEMUNDURAN KERAJAAN TURKI USMANI
       Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Perlahan tapi pasti kejayaan Turki Usmani mulai memudar, karena para pemimpin yang menggantikannya tidak mempunyai kemampuan yang cukup memadai untuk mengatasi permasalahan yang timbul, diantaranya pemberontakan-pemberontakan di wilayah-wilayah kekuasaan, dan bangsa-bangsa Eropa yang mulai mengalami masa kemajuan yang pesat. Hingga akhirnya di akhir Perang Dunia II 1942 H dimotori oleh Kemal Attaturk, Kerajaan Turki Usmani berubah menjadi Republik Turki. Maka dengan demikian berakhirlah kerajaan Islam yang berkuasa selama 6 abad.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Turki Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya adalah :

1.      Wilayah kekusaan yang sangat luas, sedangkan administrasi pemerintahan kerajaan tidak beres.

2.      Heterogenitas penduduk dengan wilayah yang sangat luas, sehingga perbedaan bangsa dan agama acapkali menyebabkan terjadinya pemberontakan.

3.      Pemerintahan yang lemah setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni, menyebabkan banyak terjadi kekacauan di pemerintahan.

4.      Pemberontakan tentara Jenissari, tentara yang menjadi sumber kekuatan militer Turki Usmani, pernah terjadi 4 kali.

5.      Kemerosotan Ekonomi.

6.      Terjadi stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara bangsa-bangsa Eropa sedang mengalami masa pesatnya ilmu pengetahuan.[19]
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke Benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan – kecuali dalam hal-hal yang yang bersifat fisik – perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka, bukan saja neger-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar